Jumat, 23 Maret 2012

Rasio Stang Piston Terhadap Langkah Piston

Rasio Stang Piston Terhadap Langkah Piston - Untuk kalian yang ingin melakukan stroke up pada mesin ada baiknya kalian memahami rasio stang piston terhadap langkah piston. Bahasa asingnya ialah Rod to Stroke Ratio. Rod Stroke Ratio adalah Rasio Panjang Setang Piston (B) terhadap Panjang Stroke (A). Caranya B dibagi A.


Umumnya nilai rasio stang 1.4 - 2.0 dari pabrikan. Ada beberapa yang lebih dari 2.0 tapi sangat jarang ditemui. Rasio panjang dan pendek masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan, tinggal bagaimana tujuan yang akan dicapai. Rod Stroke Ratio atau yang mereka sebut dengan “n” values, punya angka ideal di tengah-tengah antara pendek dan panjang yaitu 1.75 sampai 1.80.

Tujuan dengan mengganti setang piston lebih panjang bersamaan dengan langkah mereka menggeser (mengganti kruk as) stroke yang lebih panjang, adalah supaya mempertahankan Rod Stroke Ratio seperti semula. Salah satu alasannya adalah keausan di dinding liner. Lalu ada istilah sudut setang piston atau Rod Angularity.


Rod Angularity atau pada gambar diatas adalah sudut P. Semakin besar sudut tersebut (semakin kecil rod stroke ratio), maka tekanan yang diterima dinding liner silinder pun akan semakin besar. Jika stoke sama, tetapi dengan panjang setang piston berbeda maka sudut P tersebut juga berbeda. Semakin besar sudut P maka tekanan ke samping/gesekan/friksi/power loss yg diterima dinding silinder saat kruk as berputar pun semakin besar.

Semakin besar sudut selain masalah keausan, dipercaya juga adanya power loss yang lebih besar akibat friksi dengan dinding silinder juga semakin besar. Umumnya mesin balap mengaplikasi rasio yang besar yaitu di atas 2 atau lebih. Akan tetapi hal ini sulit dilakukan pada mesin produksi massal karena panjang total dan besar mesin akan terlalu besar dalam hal biaya dan ruang mesin. Rasio kecil memiliki alasan saat modifikasi stroke up yaitu dengan menggunakan stang pendek mengejar packing standar atau packing nol. Jadi tidak perlu menggeser atau mengganjal blok silinder supaya lebih panjang (keluar).

Sejauh ini tampaknya memang lebih prefer ke Rod Stroke Ratio yang lebih besar, akan tetapi semuanya sangat relatif. Rod Stroke Ratio juga mempengaruhi kemampuan hisap mesin selain bore dan stroke tentunya. Rod Stroke Ratio sangat berpengaruh pada piston position relatively from and to TDC. Piston position kan bukan cuma TMA dan TMB.

Misal suatu mesin memiliki stroke 50mm. Satu stroke sama dengan putaran kruk as setengah lingkaran atau 180 derajat. Misal saat putaran kruk as 90 derajat, atau setengah stroke (full stroke 180 derajat), sangat kecil kemungkinan posisi piston berada tepat ditengah stroke atau 50mm/2 = 25 mm dari TMA ataupun TMB. Rod Stroke Rasio sangat menentukan posisi piston ini.. Rasio yang berbeda, akan membuat piston position yang berbeda pula terhadap TMA dan TMB masing-masing.

Misalnya, rasio 1.7, saat kruk as 90 derajat, posisi piston 23 mm dari TMA. Sedangkan rasio 1.4, saat kruk as 90 derajat yang sama, posisi piston di 26 mm dari TMA.

Dengan contoh diatas, maka kemampuan hisap mesin pun berbeda karena dipercaya satu desain lebih cepat bergerak dari dan menuju TMA daripada desain yang lain. Dan hal ini dipercaya Rod Stroke Ratio sangat menentukan. 


Berdasarkan posisi piston tersebut dan kecepatan piston saat mendekati TMA atau TMB, dapat ditentukan besarnya payung klep, desain port, panjang pendek port, besar kecil port, dan terpenting lagi durasi camshaft yg optimal khususnya patokan kapan sebaiknya puncak lobe ditempatkan. Rod Stroke Ratio dapat memprediksi mana yang lebih diutamakan dari desain port, klep, dan cam, yaitu lebih mengutamakan velocity atau cfm. Tentu saja berdasarkan kecepatan piston turun dan posisi piston..

Jadi dimisalkan lift maksimal terjadi terlalu dini pada mesin dengan rod stroke ratio besar, saat piston bergerak lambat menjauhi TMA, tapi dikasih lift maksimal, dan desain port besar, maka semuanya jadi percuma dan jadi tidak optimal. Seharusnya lift maksimal diberikan saat piston mulai cepat bergerak menuju TMB, karena kecepatan piston gak sama dari dan ke TMA juga TMB. Sedangkan Rod Stroke Ratio Kecil, pergerakan piston menjauhh TMA saat langkah hisap dipercaya lebih cepat dan akan memperlambat saat mendekati TMB dan manjauhi TMB. Tentu saja jika dibandingkan Rod Stroke Ratio yang bebeda.

4 komentar:

  1. Rod stroke ratio friction juga bisa di perbaiki dengan crankshaft offset, sehingga ndak perlu rod stroke ratio di atas 2. Kalo kemampuan hisap banyak dipengaruhi panjang strokenya karena besarnya mempengaruhi kecepatan piston rata2 selain rpm.

    BalasHapus
  2. Crankshaft offset cuma bisa mengurangi friksi di salah satu sisi liner saja, gak keseluruhan. Kalo offsetnya lebih maju ke depan, maka friksi saat piston turun akan lebih sedikit, tapi friksi saat piston naik akan bertambah. Dan begitu juga sebaliknya. Kecepatan hisapan gak cuma ditentukan dari ratio stang piston, tapi juga bentuk porting. Kecepatan hisapan gak terlalu berpengaruh banyak, yg terpenting adalah jumlah campuran udara dan bbm yg masuk, semakin banyak yg masuk akan semakin besar power yg dihasilkan, misalnya dengan turbocharge, udara dipaksa masuk dengan cepat oleh dorongan turbin. Jadi ada banyak cara juga yg bisa dilakukan untuk mensiasati kekurangan kekurangan yg ada. Stang piston yg panjang akan membuat putaran mesin lebih ringan krn ada gaya ungkit yg lebih besar dibanding yg pendek, piston akan lebih lama diam di tma atau tmb dengan stang panjang, sehingga bisa memberikan waktu lebih untuk piston beristirahat. Dan krn minimnya gesekan, suhu mesin bisa jadi lebih rendah. Satu kekurangan pada stang panjang adalah respon yg lebih lambat dibanding stang pendek, tapi respon mesin itu sendiri juga tergantung dari seberapa kuat ledakan yg terjadi saat pembakaran, meskipun stangnya pendek, kalo ledakannya gak seberapa kuat, responnya juga lambat, tapi biarpun stangnya panjang, kalo ledakannya kuat, responnya pun akan lebih cepat, dan tenaga yg dihasilkan pun lebih besar. Kurang lebih begitu, maaf jika ada yg salah, saya masih belajar.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mantap

      Jadi semua harus ada keterkaitan yg sincron untuk menghasilkan mesin yg efisien ya bang

      Contoh aja jika kita membuat mesin dengan patokanpd CDI racing,part yg mendukung sprti pir klep,klep seharusnya perlu diganti,krn tingkat kekerasannya dibatasi(limiter)

      Yang masih bikin saya bingung adalah apa rasio kompresi itu mempengaruhi keausan piston,pasalnya saya bikin satria FU dengan stroke up 3mm(total 6mm)dengan panjang stang piston 105,5mm rasio conrod diangka 1,83 yang awalnya panjang conrod FU standar adalah 103,5 dan stroke standar 48,8 dihasilkan rasio conrod 2,12 namin aman wlpn pakai piston aftremarket casting,sedangkan yg saya lakukan dengan stroke up tersebut pakai piston forging,namun piston bagian bawah mengalami gesekan berlebih sperti gosong,padahal rasio conrod 1,8 ga rendah2 amat pikir saya

      Apakah kwalitas oli atau bahan dan merk piston itu mempengaruhi ya bang,oli saya make shell HX7 dan piston pakai kawahara forging

      Sedangkan honda tiger dengan rasio conrod diangka 1,7 itu aman wlpn makai jenis piston yang sama

      Mohon pencerahannya bang

      Hapus
    2. Tiger main rpm nya rendah
      Satria main rpm nya tinggi

      Kompresi semakin tinggi menghasilkan suhu tinggi, jelas pengaruh. Ditambah rpm tinggi ciri khas Satria.

      Hapus